Belum lama ini, drama Netflix “When Life Gives You Tangerines” (폭싹 속았수다) menarik perhatian penonton di dalam dan luar Korea. Sejak awal, drama ini menampilkan Haenyeo, penyelam wanita dari Pulau Jeju, yang memperlihatkan suka duka serta kehidupan mereka yang penuh tantangan. Selain itu, program dokumenter spesial JTBC dan BBC Studios, “Deep Dive Korea: Song Ji-hyo’s Haenyeo Adventure,” juga menghadirkan kisah para haenyeo yang tangguh dan budaya mereka yang unik.
Apa Itu Haenyeo?
Haenyeo (해녀) adalah sebutan untuk wanita yang menyelam di laut dangkal untuk mengumpulkan hasil laut. Di beberapa daerah, mereka memiliki nama berbeda:
- Namhae (Pantai Selatan): Disebut murekkun (무레꾼).
- Pulau Jeju: Dulu dikenal sebagai jamnyeo (잠녀) atau jamsu (잠수). Istilah haenyeo mulai populer sejak era kolonial Jepang, tetapi masih jarang digunakan di Jeju.
- Busan (Era 1960-an): Dijuluki tongjaengi (통쟁이) karena mereka menggunakan tong kayu (tong) sebagai alat apung, yang konon dipengaruhi oleh nelayan Jepang yang bermigrasi ke sana.
Meskipun aktivitas menyelam untuk mencari hasil laut umum di seluruh dunia, praktik penyelaman bebas (tanpa alat bantu pernapasan) untuk mencari nafkah hanya ditemukan di Korea dan Jepang. Jeju dikenal sebagai pusat konsentrasi penyelam wanita terbesar di dunia.

Sejarah dan Mobilitas Haenyeo
Keberadaan haenyeo sudah tercatat dalam sejarah Korea sejak zaman kuno. Pada masa Dinasti Goryeo dan Joseon, catatan menunjukkan adanya penyelam wanita, bahkan ada larangan bagi pria dan wanita untuk menyelam bersama, yang mengindikasikan bahwa haenam (해남, penyelam pria) juga ada.
Di Jeju, haenam dikenal sebagai pojakin (포작인). Mereka bertanggung jawab mengumpulkan abalon sebagai persembahan untuk kerajaan. Ketika jumlah abalon yang harus disetor meningkat, banyak haenam melarikan diri, yang akhirnya memicu dikeluarkannya “Larangan Keluar Pulau” (Chullyukgeumjiryung) selama 200 tahun hingga sekitar tahun 1850.
Setelah larangan dicabut, para haenyeo mulai melakukan migrasi musiman, yang disebut chulga (출가), untuk mencari nafkah di luar Jeju. Mereka menjelajahi pesisir Korea, bahkan hingga ke Jepang, Vladivostok, Dalian, dan Qingdao. Perjalanan ini biasanya dilakukan di musim semi dan kembali saat musim gugur, menunjukkan semangat juang mereka yang luar biasa.
Peralatan dan Kehidupan Sehari-hari Haenyeo
Peralatan haenyeo sangatlah sederhana, namun penting:
- Tewak (테왁): Alat apung berbentuk labu yang membantu haenyeo tetap di permukaan.
- Mangshiri (망시리): Jaring yang digantung di bawah tewak untuk menyimpan hasil tangkapan.
- Bit-chang (빗창): Batang besi panjang untuk mencungkil abalon.
- Jeongge-homi (정게호미): Sabit untuk memotong rumput laut.
- Gal-gori (갈고리): Penggaruk besi untuk mengumpulkan kerang.
- Mull-ot (물옷): Pakaian selam yang awalnya terbuat dari katun, kini menggunakan bahan karet.
- Nun (눈): Kacamata selam yang berevolusi dari kacamata kecil berbingkai ganda (jokse-nun) menjadi kacamata besar (wang-nun) sejak tahun 1950-an.
Haenyeo tidak terlahir sebagai penyelam ulung. Mereka melewati pelatihan intensif sejak kecil. Gadis-gadis Jeju mulai belajar berenang di laut dangkal yang disebut “aegi-badang” (애기바당) pada usia 7-8 tahun. Pada usia 15-16 tahun, mereka mulai menyelam secara profesional dan mencapai puncaknya di usia 40-an.
Haenyeo dibagi menjadi tiga tingkatan berdasarkan keahlian mereka:
- Sang-gun (상군): Penyelam terampil dan berpengalaman yang memimpin komunitas.
- Jung-gun (중군): Penyelam tingkat menengah.
- Ha-gun (하군): Penyelam pemula.
Haenyeo bukan sekadar profesi; mereka adalah pilar komunitas yang berbagi pengetahuan, pengalaman, dan nilai-nilai.

Pengakuan dan Tantangan di Masa Depan
Budaya Haenyeo diakui sebagai warisan takbenda yang unik dan berharga.
- Warisan Budaya Takbenda Nasional Korea: Pada Mei 2017, haenyeo ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Nasional No. 132 atas nilai sejarah, seni, dan keunikannya.
- Warisan Budaya Takbenda Kemanusiaan UNESCO: Pada tahun 2016, “Budaya Haenyeo Jeju” terdaftar sebagai Warisan Budaya Takbenda Kemanusiaan UNESCO ke-19 dari Korea. Pengakuan ini mencakup:
- Muljil (물질): Budaya menyelam tanpa alat bantu pernapasan.
- Jamsu-gut (잠수굿): Ritual untuk mendoakan keselamatan dan tangkapan yang melimpah.
- Lagu Haenyeo (해녀 노래): Lagu yang dinyanyikan saat berlayar.
- Peran Wanita: Pengetahuan dan keahlian yang diturunkan dari ibu ke anak perempuan.
Namun, budaya haenyeo menghadapi tantangan besar. Populasi haenyeo semakin menua, sumber daya laut menipis akibat pemanasan global, dan lingkungan kerja yang sulit menyebabkan jumlah mereka terus berkurang.
Oleh karena itu, pengakuan global dan perhatian dari media seperti drama Netflix dan dokumenter BBC sangat penting. Hal ini membantu memperkenalkan budaya haenyeo yang tangguh dan berharga kepada dunia, memastikan warisan ini terus lestari bagi generasi mendatang.
Mari kita terus mendukung dan mengapresiasi para haenyeo, pahlawan laut yang menjaga tradisi dan alam.