Mengenal Haenyeo: Penyelam Wanita Legendaris dari Pulau Jeju Korea

Belakangan ini, budaya Haenyeo Jeju kembali menarik perhatian publik lewat serial Netflix populer “When Life Gives You Tangerines” (judul Korea: 폭싹 속았수다) yang menampilkan kehidupan dan perjuangan para penyelam wanita Korea dari awal cerita. Selain itu, dokumenter spesial JTBC bekerja sama dengan BBC, berjudul “Deep Dive Korea: Petualangan Song Ji-hyo bersama Haenyeo”, juga memperlihatkan secara mendalam kehidupan dan semangat para Haenyeo. Apa Itu Haenyeo? Haenyeo (해녀) adalah penyelam wanita tradisional Korea, khususnya dari Pulau Jeju, yang menyelam tanpa alat bantu pernapasan untuk mengumpulkan hasil laut seperti abalon, gurita, teripang, rumput laut, dan kerang. Di wilayah lain Korea, mereka juga dikenal dengan nama berbeda seperti murekkun (di pantai selatan) atau jamnyeo/jamsu (di Jeju). Uniknya, praktik menyelam tanpa alat bantu pernapasan seperti ini hanya ditemukan di Korea dan Jepang. Namun, Jeju memiliki konsentrasi penyelam wanita terbanyak di dunia, menjadikannya budaya maritim yang sangat unik. Sejarah dan Penyebaran Haenyeo Profesi Haenyeo telah ada sejak zaman kuno. Catatan dalam “Samguk Sagi” (삼국사기) dan dokumen era Goryeo serta Joseon menunjukkan keberadaan mereka. Pada masa lalu, Haenyeo dari Jeju tidak hanya bekerja di kampung halaman, tetapi juga merantau ke wilayah lain seperti Korea daratan, Jepang, bahkan sejauh Vladivostok dan Qingdao, untuk mencari nafkah secara musiman. Namun, karena sistem upeti kerajaan yang mewajibkan Jeju menyetor hasil laut, warga dilarang meninggalkan pulau selama lebih dari 200 tahun. Setelah larangan itu dicabut sekitar tahun 1850, Haenyeo mulai merantau ke daerah lain untuk bekerja. Kehidupan dan Budaya Haenyeo Para Haenyeo Jeju terbagi menjadi tiga tingkatan: Sanggun (atas), Junggung (menengah), dan Haggun (bawah), tergantung keterampilan dan pengalaman. Mereka memakai pakaian selam tradisional (mulot) dan alat seperti: Pelatihan dimulai sejak usia dini. Anak perempuan Jeju mulai belajar berenang dan menyelam di perairan dangkal (Aegibadang) sejak usia 7–8 tahun dan menjadi Haenyeo sejati pada usia 15–16 tahun. Banyak dari mereka tetap menyelam hingga usia 60-an, bahkan 70-an. Warisan Budaya dan Pengakuan Internasional Budaya Haenyeo mencerminkan hubungan harmonis antara manusia dan alam, serta mengajarkan nilai kerja sama, pengetahuan lingkungan laut, dan tradisi komunitas. Budaya ini mencakup: Karena nilai-nilai ini, budaya Haenyeo Jeju diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda Korea (No. 132) pada tahun 2017, dan lebih dahulu diakui UNESCO pada tahun 2016 sebagai Warisan Budaya Takbenda Kemanusiaan (Intangible Cultural Heritage of Humanity) dengan nama “Culture of Jeju Haenyeo (Women Divers)”. Tantangan dan Masa Depan Budaya Haenyeo Sayangnya, jumlah Haenyeo terus menurun karena penuaan, perubahan iklim, dan penurunan sumber daya laut. Oleh karena itu, pengakuan global lewat media seperti Netflix dan dokumenter BBC-JTBC sangat penting untuk meningkatkan kesadaran dan pelestarian budaya ini. Kita berharap budaya penyelam wanita Haenyeo tidak hanya bertahan di Korea tetapi juga semakin dikenal sebagai warisan budaya dunia yang mencerminkan kearifan lokal, keberanian perempuan, dan kehidupan yang selaras dengan alam.

Read more
Perhatian Global Terhadap Haenyeo

Pertama, serial Netflix When Life Gives You Tangerines (폭싹 속았수다) telah memikat penonton dengan cerita yang menyentuh tentang kehidupan di Pulau Jeju. Sejak awal, serial ini menampilkan kehidupan sehari-hari para Haenyeo, menyoroti tantangan dan suka duka yang mereka hadapi. Serial ini dengan indah menggambarkan bagaimana Haenyeo menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas Jeju, mewakili ketahanan dan semangat komunitas mereka. Kedua, JTBC dan BBC Studios berkolaborasi dalam sebuah dokumenter khusus, Deep Dive Korea: Song Ji-hyo’s Haenyeo Adventure. Dokumenter ini mengikuti aktris Song Ji-hyo saat ia mengalami kehidupan yang berat dari para Haenyeo. Melalui lensa Song Ji-hyo, penonton dapat melihat keteguhan mental dan cara hidup yang unik dari para wanita ini. Dokumenter ini secara khusus dirancang untuk menyebarkan budaya Haenyeo, menunjukkan bagaimana mereka mengandalkan alat sederhana seperti tewak (pelampung) untuk menopang hidup di lautan luas. Siapakah Haenyeo? Haenyeo (海女), secara harfiah berarti “wanita laut,” adalah penyelam wanita yang mencari hasil laut di perairan dangkal. Meskipun mereka juga dikenal dengan nama lain seperti “murekkun” di pesisir selatan dan “jamnyeo” di Jeju, istilah Haenyeo menjadi lebih umum digunakan setelah masa penjajahan Jepang. Kegiatan menyelam untuk mengumpulkan hasil laut adalah hal yang umum di seluruh dunia. Namun, metode yang dilakukan oleh Haenyeo—menyelam tanpa peralatan pernapasan—hampir secara eksklusif ditemukan di Korea dan Jepang. Haenyeo di Pulau Jeju secara khusus terkenal karena konsentrasi mereka yang tinggi, menjadikannya pusat perhatian global. Dahulu, para Haenyeo Jeju sering kali melakukan perjalanan jauh dari rumah mereka. Mereka melakukan migrasi musiman, menyelam di sepanjang garis pantai Korea dan bahkan di luar negeri, termasuk Jepang, Vladivostok, dan kota-kota di Tiongkok. Perjalanan ini, yang dikenal sebagai “chulga”, dimulai sekitar tahun 1850-an setelah berakhirnya larangan migrasi di Pulau Jeju. Sejarah dan Peralatan Haenyeo Kehadiran Haenyeo telah didokumentasikan selama berabad-abad. Catatan sejarah dari Dinasti Goryeo dan Joseon menyebutkan keberadaan mereka, bahkan melarang praktik tertentu seperti menyelam tanpa busana. Hal ini menunjukkan bahwa penyelam pria, yang dikenal sebagai Haenam (海男), juga ada di masa lalu. Haenam terutama bertugas mengumpulkan abalon sebagai upeti untuk keluarga kerajaan. Peralatan yang digunakan Haenyeo sangat sederhana namun efektif: Pelatihan dan Struktur Komunitas Menjadi seorang Haenyeo bukanlah hal yang instan, melainkan hasil dari latihan dan pengalaman bertahun-tahun. Gadis-gadis di desa pesisir Jeju mulai belajar menyelam di perairan dangkal, yang dikenal sebagai “aegi badang”. Mereka belajar dengan mengamati Haenyeo yang lebih berpengalaman dan mengumpulkan kebijaksanaan melalui cerita dan pengalaman pribadi. Struktur komunitas Haenyeo sangat terorganisir, dengan hierarki yang jelas berdasarkan keterampilan menyelam mereka: Para Haenyeo Sang-gun tidak hanya mengajarkan keterampilan menyelam, tetapi juga nilai-nilai budaya dan rasa tanggung jawab terhadap komunitas mereka. Pengakuan sebagai Warisan Budaya Budaya Haenyeo adalah perwakilan unik dari tradisi bahari Korea, yang menunjukkan simbiosis antara manusia dan alam. Pengetahuan ekologis mereka yang mendalam, kerja sama tim, dan sistem kepercayaan yang unik membentuk budaya komunitas yang khas. Untuk melestarikan warisan berharga ini, Haenyeo diakui sebagai Aset Budaya Takbenda Nasional ke-132 di Korea pada Mei 2017. Pengakuan ini menyoroti nilai historis dan keunikan dari cara hidup mereka. Secara internasional, Budaya Haenyeo Jeju juga dimasukkan dalam daftar Warisan Budaya Takbenda Kemanusiaan UNESCO pada tahun 2016. Pengakuan ini meliputi berbagai aspek: Budaya ini mendapat pujian karena melambangkan identitas regional yang unik, mempromosikan praktik ramah lingkungan, dan mewariskan pengetahuan dari generasi ke generasi melalui komunitas. Meskipun menghadapi tantangan seperti penuaan, perubahan iklim, dan kondisi kerja yang berat, pengakuan global terhadap budaya Haenyeo melalui acara media seperti Netflix dan BBC sangatlah signifikan. Hal ini tidak hanya meningkatkan kesadaran, tetapi juga membantu memastikan bahwa warisan budaya unik ini akan terus hidup dan diwariskan untuk generasi yang akan datang.

Read more